Thursday, April 22, 2010

China Segera Menjadi Terbesar Kedua

EKONOMI MAKRO
China Segera Menjadi Terbesar Kedua

Pertumbuhan ekonomi China sangat luar biasa. Pada tahun 2009 saja nilai nominal produk domestik bruto atau PDB, salah satu indikator perkembangan ekonomi, mencapai 4,9 triliun dollar AS. Jepang yang saat ini masih tercatat sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah AS mencatat nilai PDB 2009 sebesar 5,1 triliun dollar AS. Sementara PDB AS 14,2 triliun dollar AS dan PDB negara yang tergabung dalam Uni Eropa sebesar 16 triliun dollar AS.

”Kami memperkirakan, pada tahun ini PDB China sudah akan mengalahkan Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Bayangkan saja, penduduk China 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk Jepang,” kata Wang Tao, Kepala Riset Ekonomi China UBS, di Beijing, akhir bulan lalu.

Wanita berkacamata lulusan New York University dan Remin University ini menjelaskan, dalam tiga dekade terakhir ini, seperti juga negara berkembang lain di Asia, pendorong utama pertumbuhan ekonomi China adalah banyaknya tenaga kerja, kenaikan tingkat tabungan dan modal, serta pertumbuhan produktivitas yang didukung oleh langkah pemerintah dalam melakukan reformasi dan keterbukaan terhadap dunia luar.

”Dalam satu dekade terakhir, tingginya investasi dan akumulasi modal berperan sangat besar. Keikutsertaan dalam WTO juga membantu China mendapatkan keuntungan dalam booming ekonomi global antara tahun 2002 dan 2008,” ujarnya lagi.

Selain itu, kenaikan produktivitas tenaga kerja yang cepat seiring dengan peningkatan investasi juga mendukung perekonomian China. Pendapatan per kapita pun menjadi lebih tinggi.

Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi China yang pesat itu bukan tanpa hambatan. Dalam jangka menengah, China harus dapat mengubah perekonomiannya menjadi ekonomi yang berbasis pada konsumsi domestik. Selama ini China lebih banyak bergantung pada pertumbuhan ekspor. Bersamaan dengan ini, berbagai reformasi harus dilakukan, termasuk reformasi sumber daya dan harga energi untuk menghilangkan distorsi insentif untuk pemerintah lokal. ”Inflasi bukanlah hambatan utama,” ujar Wang Tao.

Tantangan dalam jangka pendek satu atau dua tahun ke depan adalah kemungkinan adanya gelembung aset, khususnya di pasar properti. Harga properti semakin menggila di kota-kota besar. Tahun ini harga rumah sudah naik 25 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Rata-ratanya naik menjadi 4.474 yuan atau sekitar Rp 6 juta per meter persegi dari 3.824 yuan per meter persegi tahun lalu.

Dikhawatirkan terjadi banyak kredit bermasalah karena banyak orang yang tidak sanggup membayar cicilan rumah mereka.

Dalam percaturan ekonomi dunia, perseteruan dagang antara China dan AS terus mengemuka. Sejak lama AS mengeluhkan nilai tukar yuan yang dianggap terlalu rendah sehingga barang China lebih kompetitif di luar negeri. AS bahkan menyebut China sebagai ”manipulator mata uang” serta mengancam akan memberlakukan tarif hukuman untuk ekspor China ke AS.

Analis Kepala tentang Perekonomian China dari ANZ Bank Australia, Liu Ligang, mengatakan, kali ini, ancaman tersebut akan benar-benar dilaksanakan AS. ”Pemerintah mendapatkan dukungan kuat dari kedua kubu di Kongres. Pemerintahan Obama juga ingin ada sesuatu yang dilakukan mengenai nilai tukar yuan,” katanya.

Liu menyebutkan, jika AS memberlakukan tarif lebih mahal bagi barang China, akan mengurangi ekspor China 12 persen. Sebagai balasan, China mungkin akan menjual aset AS yang akan membuat riak pada pasar finansial global. Bank sentral China merupakan pemegang obligasi AS paling banyak.

”Jadi, perang dagang antara perekonomian terbesar dan ’yang akan menjadi kedua terbesar’ tidak hanya menambah masalah proteksionisme secara global, tetapi juga membahayakan pemulihan ekonomi global yang masih rentan,” ujar Liu.

Dua gajah bertempur, jangan sampai pelanduk mati di tengah-tengah.

No comments: