60 Tahun Mengudarakan Siaran Bahasa Indonesia
Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok Imron Cotan dalam wawancara khusus dengan CRI menyatakan apresiasinya terhadap persiapan Ekspo Dunia Shanghai. Ia menilai seluruh proses persiapan penyelenggaraan Ekspo Dunia Shanghai sangat profesional.
Mengenai kemajuan persiapan Indonesia untuk Ekspo, Imron mengatakan, Indonesia sudah siap. Ia berharap paviliun Indonesia dapat menarik perusahaan dan investor Tiongkok untuk berinvestasi di Indonesia.
Penandatanganan kerjasama dan peluncuran program China Radio International (CRI) dengan Elshinta Radio (20/4) diresmikan di Grand Ballroom Sultan Hotel Jakarta. Selain dihadiri perwakilan kedua radio, penandatanganan juga dihadiri sejumlah undangan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Zhang Qiyue dan Ditjen KPI Kemendag Indonesia Gusmardi Bustami.
Tak Kenal maka Tak Sayang
Soal penguasaan bahasa, sejak dahulu China merupakan salah satu bangsa yang sangat serius menggarap bidang tersebut. Tidak hanya banyak sekolah yang menawarkan berbagai macam jurusan bahasa, termasuk bahasa minoritas yang sedikit penuturnya, tetapi juga dalam memberikan siaran radio. China menyadari hubungan dari orang ke orang (people to people) adalah hubungan yang sangat penting dalam membangun relasi antarnegara dan antarbangsa.
Radio China International (CRI) yang dahulu dikenal dengan nama Radio Peking sejak 60 tahun lalu telah menyiarkan siaran radio dalam berbagai macam bahasa, termasuk bahasa Indonesia. CRI berdiri pada 3 Desember 1941 dan menyiarkan program siaran dalam 58 bahasa. Radio ini memiliki 30 kantor biro di segala penjuru dunia. Satu hari, total jam siarannya mencapai 1.520 jam. CRI mulai siaran bahasa Indonesia pada tahun 1950. Sebelumnya disiarkan bahasa Jepang dan Inggris. Jadi, tahun ini tepat juga 60 tahun siaran bahasa Indonesia di CRI.
”Tujuan kami menyiarkan bahasa asing adalah untuk mempererat hubungan dengan negara asing tersebut,” ujar Xie Yinghua, salah seorang editor dalam siaran radio bahasa Indonesia.
Hebatnya, ketika hubungan Indonesia dan China terputus, siaran bahasa Indonesia CRI tetap mengudara. ”Ketika itu memang bahannya menjadi sangat sedikit. Jika dahulu ada bahan-bahan berita dari Indonesia, ketika hubungan terputus tidak ada lagi. Jadi, kami hanya menyiarkan lagu-lagu dari piringan hitam dan berita dari China,” ujar Xie sambil menerawang, mengenang perjalanan puluhan tahun lalu ketika awak CRI masih sedikit dan situasi politik kedua negara tidak menguntungkan.
Xie menceritakan, ketika itu perlengkapan masih sekadarnya. ”Jadi, satu penyiar itu harus menyapa pemirsa, membacakan surat sekaligus memutar lagu yang masih berbentuk piringan hitam. Bisa dibayangkan betapa repotnya,” kata Xie yang berasal dari Madura dan bertugas mengedit tulisan-tulisan yang hendak dibacakan dalam siaran bahasa Indonesia.
Salah satu kekuatan CRI memanglah banyaknya siaran dalam berbagai bahasa. Tidak hanya itu, pada era internet ini mereka juga memiliki situs yang ditulis dalam 60 macam bahasa, termasuk bahasa buatan manusia Esperanto.
”Orang perlu saling mengenal,” kata Gu Hongfu, Direktur Departemen Asia CRI. Gu, warga China yang lancar berbahasa Indonesia, mengatakan, hubungan antarorang dari negara yang berbeda sangatlah penting. Banyak persoalan sehari-hari yang perlu dibahas agar rakyat di kedua negara saling mengenal.
Selain menyiarkan langsung siarannya, di Indonesia CRI juga bekerja sama dengan jaringan radio Elshinta. Berbagai topik disajikan dalam acara perbincangan yang menarik pemirsa. Tanggapan dari pemirsa di Indonesia terlihat dari banyaknya surat yang dikirimkan ke CRI.
Kini, CRI didukung juga oleh orang-orang muda, perpaduan antara lulusan dari jurusan bahasa Indonesia di universitas-universitas China dan warga Indonesia yang bekerja di sana. Karena merupakan gudang ahli bahasa asing, awak CRI sering dimintai bantuan mendukung kementerian lain yang memerlukan bantuan.
”Misalnya ada delegasi dari luar negeri dan penerjemah atau staf lain tidak mencukupi, kami juga sering diminta membantu,” kata Gu.
Soal penguasaan bahasa, sejak dahulu China merupakan salah satu bangsa yang sangat serius menggarap bidang tersebut. Tidak hanya banyak sekolah yang menawarkan berbagai macam jurusan bahasa, termasuk bahasa minoritas yang sedikit penuturnya, tetapi juga dalam memberikan siaran radio. China menyadari hubungan dari orang ke orang (people to people) adalah hubungan yang sangat penting dalam membangun relasi antarnegara dan antarbangsa.
Radio China International (CRI) yang dahulu dikenal dengan nama Radio Peking sejak 60 tahun lalu telah menyiarkan siaran radio dalam berbagai macam bahasa, termasuk bahasa Indonesia. CRI berdiri pada 3 Desember 1941 dan menyiarkan program siaran dalam 58 bahasa. Radio ini memiliki 30 kantor biro di segala penjuru dunia. Satu hari, total jam siarannya mencapai 1.520 jam. CRI mulai siaran bahasa Indonesia pada tahun 1950. Sebelumnya disiarkan bahasa Jepang dan Inggris. Jadi, tahun ini tepat juga 60 tahun siaran bahasa Indonesia di CRI.
”Tujuan kami menyiarkan bahasa asing adalah untuk mempererat hubungan dengan negara asing tersebut,” ujar Xie Yinghua, salah seorang editor dalam siaran radio bahasa Indonesia.
Hebatnya, ketika hubungan Indonesia dan China terputus, siaran bahasa Indonesia CRI tetap mengudara. ”Ketika itu memang bahannya menjadi sangat sedikit. Jika dahulu ada bahan-bahan berita dari Indonesia, ketika hubungan terputus tidak ada lagi. Jadi, kami hanya menyiarkan lagu-lagu dari piringan hitam dan berita dari China,” ujar Xie sambil menerawang, mengenang perjalanan puluhan tahun lalu ketika awak CRI masih sedikit dan situasi politik kedua negara tidak menguntungkan.
Xie menceritakan, ketika itu perlengkapan masih sekadarnya. ”Jadi, satu penyiar itu harus menyapa pemirsa, membacakan surat sekaligus memutar lagu yang masih berbentuk piringan hitam. Bisa dibayangkan betapa repotnya,” kata Xie yang berasal dari Madura dan bertugas mengedit tulisan-tulisan yang hendak dibacakan dalam siaran bahasa Indonesia.
Salah satu kekuatan CRI memanglah banyaknya siaran dalam berbagai bahasa. Tidak hanya itu, pada era internet ini mereka juga memiliki situs yang ditulis dalam 60 macam bahasa, termasuk bahasa buatan manusia Esperanto.
”Orang perlu saling mengenal,” kata Gu Hongfu, Direktur Departemen Asia CRI. Gu, warga China yang lancar berbahasa Indonesia, mengatakan, hubungan antarorang dari negara yang berbeda sangatlah penting. Banyak persoalan sehari-hari yang perlu dibahas agar rakyat di kedua negara saling mengenal.
Selain menyiarkan langsung siarannya, di Indonesia CRI juga bekerja sama dengan jaringan radio Elshinta. Berbagai topik disajikan dalam acara perbincangan yang menarik pemirsa. Tanggapan dari pemirsa di Indonesia terlihat dari banyaknya surat yang dikirimkan ke CRI.
Kini, CRI didukung juga oleh orang-orang muda, perpaduan antara lulusan dari jurusan bahasa Indonesia di universitas-universitas China dan warga Indonesia yang bekerja di sana. Karena merupakan gudang ahli bahasa asing, awak CRI sering dimintai bantuan mendukung kementerian lain yang memerlukan bantuan.
”Misalnya ada delegasi dari luar negeri dan penerjemah atau staf lain tidak mencukupi, kami juga sering diminta membantu,” kata Gu.
No comments:
Post a Comment