Penting Debat
Memang bahasa hukum tidak akan pernah memuaskan pihak mana saja, terkait pengembangan teknologi komunikasi informasi.
Karena itu, agak mengherankan juga kalau pejabat yang bertanggung jawab terhadap persoalan kemajuan teknologi komunikasi informasi, seperti Dirjen Postel, melihat perdebatan tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai tidak produktif, di tengah-tengah kerisauan berbagai pihak, yang melihatnya sebagai bentuk pengekangan terhadap isi yang ada dalam berbagai situs internet. Berbagai pihak itu mulai dari pers, pebinis jejaring internet, sampai masyarakat prodemokrasi,
Sekali lagi ingin kita ingatkan bahwa kita menyambut dan menyongsong kehadiran UU ITE sehingga tingkat kehidupan digital kita bisa terus dikembangkan menuju tahapan yang lebih canggih, menghasilkan masyarakat yang produktif, efisien, efektif untuk memberikan makna dan arti dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Yang diperdebatkan dan menjadi kerisauan kita semua adalah upaya menjadikan UU ITE sebagai perkakas pemerintah untuk menghambat kebebasan berpendapat, berekspresi, dan kebebasan lainnya yang mengikuti asas kita berdemokrasi. Jejaring internet adalah lahan dan tempat ekspresi demokrasi itu berkembang dan dikembangkan.
Kita berharap kehadiran UU ITE mampu menanggulangi penyebaran pembajakan karya kekayaan intelektual, baik berupa video, musik, maupun perangkat lunak yang tersebar di berbagai mal perbelanjaan tanpa bisa dikendalikan aparat hukum yang memiliki segudang peraturan untuk membenahinya.
Kita berharap UU ITE juga memberikan pilihan baru bagi kita untuk melaksanakan pesta demokrasi Pemilihan Umum 2009, memanfaatkan jejaring internet sebagai sarana untuk berkampanye, memperkenalkan program kesejahteraan dan mencerdaskan rakyat, serta janji-janji politik lain secara bebas.
Perdebatan tidak produktif tentang UU ITE ini menjadi penting untuk memberikan makna dan arah jalannya undang-undang yang dianggap oleh berbagai kelompok media massa dan pebisnis jejaring internet sebagai upaya lama melakukan sensor terhadap rakyat dalam kemasan baru atas nama teknologi komunikasi informasi.
Perdebatan ini menjadi penting di tengah kegalauan kita menghadapi persoalan korupsi, ketidakmampuan aparat pemerintahan, serta bungkamnya Dewan Teknologi Komunikasi Informasi Nasional tentang kehadiran UU ITE. Kalau kita berhenti berdebat, mungkin benar salah satu pelesetan di jejaring chatting Yahoo Messenger tentang NKRI yang menjadi, ”Negara Kok Republik Indonesia?”
Memang bahasa hukum tidak akan pernah memuaskan pihak mana saja, terkait pengembangan teknologi komunikasi informasi.
Karena itu, agak mengherankan juga kalau pejabat yang bertanggung jawab terhadap persoalan kemajuan teknologi komunikasi informasi, seperti Dirjen Postel, melihat perdebatan tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai tidak produktif, di tengah-tengah kerisauan berbagai pihak, yang melihatnya sebagai bentuk pengekangan terhadap isi yang ada dalam berbagai situs internet. Berbagai pihak itu mulai dari pers, pebinis jejaring internet, sampai masyarakat prodemokrasi,
Sekali lagi ingin kita ingatkan bahwa kita menyambut dan menyongsong kehadiran UU ITE sehingga tingkat kehidupan digital kita bisa terus dikembangkan menuju tahapan yang lebih canggih, menghasilkan masyarakat yang produktif, efisien, efektif untuk memberikan makna dan arti dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Yang diperdebatkan dan menjadi kerisauan kita semua adalah upaya menjadikan UU ITE sebagai perkakas pemerintah untuk menghambat kebebasan berpendapat, berekspresi, dan kebebasan lainnya yang mengikuti asas kita berdemokrasi. Jejaring internet adalah lahan dan tempat ekspresi demokrasi itu berkembang dan dikembangkan.
Kita berharap kehadiran UU ITE mampu menanggulangi penyebaran pembajakan karya kekayaan intelektual, baik berupa video, musik, maupun perangkat lunak yang tersebar di berbagai mal perbelanjaan tanpa bisa dikendalikan aparat hukum yang memiliki segudang peraturan untuk membenahinya.
Kita berharap UU ITE juga memberikan pilihan baru bagi kita untuk melaksanakan pesta demokrasi Pemilihan Umum 2009, memanfaatkan jejaring internet sebagai sarana untuk berkampanye, memperkenalkan program kesejahteraan dan mencerdaskan rakyat, serta janji-janji politik lain secara bebas.
Perdebatan tidak produktif tentang UU ITE ini menjadi penting untuk memberikan makna dan arah jalannya undang-undang yang dianggap oleh berbagai kelompok media massa dan pebisnis jejaring internet sebagai upaya lama melakukan sensor terhadap rakyat dalam kemasan baru atas nama teknologi komunikasi informasi.
Perdebatan ini menjadi penting di tengah kegalauan kita menghadapi persoalan korupsi, ketidakmampuan aparat pemerintahan, serta bungkamnya Dewan Teknologi Komunikasi Informasi Nasional tentang kehadiran UU ITE. Kalau kita berhenti berdebat, mungkin benar salah satu pelesetan di jejaring chatting Yahoo Messenger tentang NKRI yang menjadi, ”Negara Kok Republik Indonesia?”
No comments:
Post a Comment